BUMANTARA.NET, BOLSEL – Seorang pemuda asal Desa Popodu, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), mengalami perlakuan tak terduga yang justru datang dari pihak yang seharusnya melindungi.
Dimas Marada (25) menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh seorang oknum polisi yang bertugas di Polres Bolsel.
Diketahui insiden tersebut terjadi di Desa Pintadia, Kecamatan Bolaang Uki, pada 27 Juli 2024.
Dalam wawancara eksklusif pada Minggu, 11 Agustus 2024, Dimas mengungkapkan detik-detik menegangkan ketika dirinya diserang tanpa alasan yang jelas oleh seorang polisi berinisial Risto.
Pada hari itu, Dimas bersama seorang teman sedang menjalankan tugas sederhana yang diberikan oleh orang tuanya untuk membeli voucher data dan rokok.
Namun, situasi berubah saat mereka tiba di warung Desa Pintadia. Tanpa sempat turun dari motor, Dimas dihampiri oleh Risto yang tiba-tiba saja menghujamkan pukulan ke punggungnya.
“Saya kaget dan langsung bertanya, kenapa dia memukul saya, tapi dia malah menantang saya dengan berkata, ‘Apa yang kamu mengaku akan?’” tutur Dimas, masih merasakan trauma atas kejadian tersebut.
Yang lebih mengejutkan, Risto diduga dalam kondisi mabuk saat kejadian. Aroma minuman keras jenis Cap Tikus tercium kuat dari tubuhnya.
Tak ingin memperkeruh suasana, Dimas memilih untuk pergi. Namun, sebelum sempat melarikan diri, Risto kembali menyerangnya dengan pukulan di leher.
“Saya berusaha tetap tenang dan pergi bersama teman saya, tapi Risto malah menunjukkan lidahnya dengan sikap mengejek,” tambah Dimas, mengenang saat-saat yang tak mudah dilupakan itu.
Setibanya di rumah, Dimas tak tinggal diam. Bersama teman-temannya, ia kembali ke warung di Desa Pintadia dengan harapan dapat menyelesaikan masalah.
Namun, bukannya mencari penyelesaian, Risto justru menantang mereka untuk berkelahi. Aksi tak terduga terjadi ketika oknum polisi tersebut, yang terlihat semakin tidak stabil, berusaha lari namun terjatuh beberapa kali hingga celananya copot.
“Kejadiannya benar-benar seperti tak masuk akal, tapi yang paling mengesalkan, di saat kami menjadi korban, justru kami yang dilaporkan,” ujar Dimas dengan nada kesal.
Laporan mereka ke Polsek Bolaang Uki malam itu juga tak membuahkan hasil. Anggota piket yang bertugas menyampaikan bahwa Provos sedang tidak ada di tempat, dan telepon yang dilakukan kepada Provos Polres Bolsel juga tidak diangkat.
Tak berhenti sampai di situ, Dimas dan teman-temannya kembali menghadapi situasi yang tidak masuk akal.
Beberapa hari kemudian, mereka didatangi oleh anggota Polres Bolsel yang meminta mereka datang ke Mapolres untuk dimintai keterangan.
Ironisnya, mereka yang menjadi korban justru merasa diperlakukan seperti tersangka.
“Lebih menyakitkan lagi, foto-foto kami malah diunggah di akun Facebook Resmob Bolsel, seolah kami adalah pelaku,” pungkas Dimas, masih tak percaya dengan apa yang ia alami.
Kasus ini menyoroti perilaku oknum aparat yang seharusnya bertanggung jawab menjaga keamanan, namun justru bertindak sebaliknya. Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari pihak berwenang untuk menindak lanjuti kejadian ini dan memberikan keadilan bagi Dimas serta rekannya.***
BUMANTARA | Menggenggam Cakrawala Menggenggam Cakrawala
