BUMANTARA.NET, BOLSEL – Aktivitas pertambangan emas tanpa ijin (PETI) di Hulu Desa Tobayagan, Kecamatan Pinolosian Tengah, mengancam keberlangsungan hidup masyarakat.
Pasalnya, aktivitas PETI tersebut sudah membuat pengrusakan hutan dan pencemaran lingkungan yang sangat parah.
Selain itu juga, banyak limbah sianida yang dibuang di hulu sungai Tobayagan, itu akan berakibat buruk pada masyarakat setempat.
Pertambangan ilegal tersebut tepat berada di tiga titik lokasi pegunungan Tobayagan, diduga milik Hani Budiman, Rukly Makalalag dan Kunu Makalalag.
Ketiga aktor PETI ini sudah lama dikait-kaitkan dengan aktivitas di Hulu Tobayagan, sampai saat ini tidak mendapat penindakan serius dari aparat penegak hukum.
Tidak heran saat ini asumsi tentang kelemahan aparat hukum dalam menghadapi mafia tambang menjadi wacana umum di masyarakat.
Bahkan, warga di sekitar tambang mencurigai adanya kekuatan besar yang dengan sengaja melindungi PETI.
Ketiga aktor PETI ini secara sistematis melakukan eksploitasi sumber daya alam tanpa izin dan melanggar berbagai undang-undang lingkungan dan pertambangan.
Mereka juga terlibat dalam penjualan ilegal hasil tambang, menghasilkan keuntungan besar tanpa memedulikan kerugian bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.
Hani Budiman, yang memiliki koneksi dan pengaruh yang kuat, dikenal sebagai sosok yang sering disebut.
Seperti yang disebutkan oleh Sangadi Tobayagan, Rahjun Podomi, bahwa Ko Abdi Karya (alias Hani Budiman) memiliki jaringan yang luas dan mendapatkan perlindungan dari pihak berwenang.
Mafia tambang ilegal ini tidak mungkin bertahan tanpa dukungan atau pembiaran dari oknum yang berkepentingan.
Keterlibatan Hani Budiman CS dalam kegiatan ilegal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keadilan dan ketidakberpihakan dalam penegakan hukum.
Selain Hani Budiman, Rukly Makalalag dan Kunu Makalalag juga populer di kalangan masyarakat setempat.
Makalalag bersaudara ini memiliki kawasan PETI terluas di Bolsel, yang mencapai puluhan hektar.
Informasi yang dirangkum menunjukkan bahwa aktivitas Kunu Makalalag sebagai pemilik kawasan terluas dimulai sejak tahun 2015, ketika mereka mulai menggunakan alat berat dalam pengolahan material.
Keberadaan mafia tambang ilegal ini telah merugikan banyak pihak dan bahkan dapat mengancam keberlangsungan hidup masyarakat.
Hutan-hutan yang seharusnya dilindungi dan menjadi ekosistem penting kini dieksploitasi secara tak terkendali.
Air dan udara tercemar oleh limbah tambang yang tidak diolah dengan baik.
Dampak dari itu semua membuat masyarakat setempat hidup dalam ketakutan dan merasakan ketidakadilan yang mendalam.
Sementara para pelaku tetap bebas dan melanjutkan kegiatan ilegal mereka.
Bahkan para mafia tambang ilegal di Hulu Tobayagan ini tidak menyadari bahwa mereka tidak berada di atas hukum.
Tidak ada kekuatan besar atau perlindungan yang dapat menyelamatkan mereka dari konsekuensi tindakan ilegal yang mereka lakukan.
Masyarakat Hulu Tobayagan merasa putus asa dan meminta bantuan dari pemerintah dan aparat penegak hukum.
Mereka menuntut agar keadilan dijalankan dan mafia tambang ilegal dihentikan. Kepolisian dan lembaga terkait harus melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap para mafia tambang ilegal ini.
Masyarakat berharap pihak berwenang dapat mengungkap jaringan dan koneksi yang melindungi mereka, serta mengambil tindakan tegas untuk memastikan penegakan hukum yang adil.
Menindaklanjuti pengaduan masyarakat, pada tanggal 13 Juni 2023, Ketua DPRD Bolsel, Arifin Olii, melaporkan aktivitas tambang di hulu Tobayagan secara langsung ke Mapolres Bolsel.
Namun sampai dengan hari ini, belum ada tindakan tegas atau langkah preventif yang diperlihatkan oleh aparat.***
BUMANTARA | Menggenggam Cakrawala Menggenggam Cakrawala
